07/01/2014 - 08/01/2014

Senin, 07 Juli 2014

Finally, after 2 weeks of waiting,...


Halo, Zhaza lagi seneng banget, nih. Karena baru dapat kesempatan buat nonton The Fault in Our Stars setelah dua minggu penuh dihadang sama ujian teori dan praktikum. Dan sekarang, aku mau cerita gimana rasanya setelah nonton film yang bener-bener aku tunggu dari 2013. Iya, emang lama banget. So, how's the film?

First thing first, I'd like to say that Gus is just my center of attention, since the first scene he was involved. Gila, Ansel Elgort beneran bikin gemes ekspresi mukanya di saat adegan dimana Gus harus ngelucu. He's cute, adorable, funny, gorgeous, and surprisingly beautiful at the same time. Perbandingan sama novelnya, (in my opinion) mungkin karena efek novel yang kubaca itu terjemahan, jadi agak aneh (you know lah, novel terjemahan terkesan lebih rumit, hehe) atau karena aku yang udah lupa, because the last time I checked, aku terakhir baca The Fault in Our Stars itu setahun yang lalu, di novel Gus candaannya terkesan kurang 'ngegemesin'. Sementara di filmnya, dimana sudah divisualisasikan dengan wow, plus dengan Ansel, pemeran Gus yang gantengnya ceceran sampai ke lantai-lantai, karakter Gus terlihat lebih menggetarkan hati. Dan itu bikin aku inget banget pas baru selesai baca novelnya, aku gak bisa move on dari Gus. And I proudly say that he's the first fictional character that can't get over for a long freaking time.

Gimana Gus dengan segala kemurahan hatinya, tanpa gengsi berbicara pada Genies buat mewujudkan impiannya, yang katanya sih impian dia gara-gara habis baca An Imperial Affliction buat ketemu Peter Van Houten, padahal sih emang buat Hazel (jauh dari lubuk hati Gus yang paling dalam). Bagaimana Gus dengan segala ucapannya yang bisa bikin hati ini meluber gak berhenti. Tentu semua cewek normal, kayak aku mau banget punya seorang Augustus Waters di kehidupan mereka. Dan gak salah kalau aku jatuh hati pada sosok fiksi seperti Gus.

Cinta Gus ke Hazel dan cinta Hazel ke Gus yang tanpa cela berhasil mengajarkan kalau semua orang berhak mendapatkan hak buat jatuh cinta. (Ikr, aku udah pernah menyinggung hal yang sama di postingan sebelumnya ehehehe).

Balik ke filmnya lagi, nih. Kalau yang udah nonton Divergent pasti bilang "Awkward because Shai and Ansel used to play the same movie and they were brother and sister in Divergent." Ya, mungkin akan awkward buat yang udah nonton. Tapi, karena aku belum nonton, jatuhnya biasa aja tuh pas mereka beradegan mesra. Hahaha. Bicara soal adegan... Tadi pas nonton mau ngakak sama Fadia dan Citra, karena posisi kita bertiga lagi pada puasa semua dan kita nonton di siang bolong. Hahaha.

Oh iya, ada satu hal yang aku kepo banget gara-gara habis baca bukunya, tapi sayangnya di filmnya nggak ditayangin. Apa itu? Tentang The Hectic Glow, band favorit Hazel. Iya, aku penasaran banget. Seenggaknya ditampilin poster atau gimana. Tapi, ya mustahil juga sih. Karena pasca baca novel aku sempat search The Hectic Glow, dan ternyata itu cuma band fiksi yang dibuat John Green. Oke fix, saat itu agak kecewa sih pas tahu band kesukaan Hazel gak real. Jadi, since the band wasn't real agak masuk akal juga sih gak ada poster personil band itu. Walaupun sempat ada poster bertuliskan The Hectic Glow di kamar Hazel yang tanpa foto personil, cuma tulisan. Para penonton film yang gak baca bukunya pasti juga ngiranya itu cuma hiasan dinding. Yang mana tadinya aku juga ngira gitu._.

Oh iya, ada satu hal tentang Gus dan Hazel yang mungkin gak diperhatikan sama kebanyakan penonton. Apa itu? Bagi para penonton yang jeli sih bakalan 'ngeh' kalau T-Shirt 'Bulldog" yang dipakai Gus pas pertama kali ketemu Hazel, itu dipakai Hazel saat cuplikan di malam Hazel dapat kabar kalau Gus meninggal. Which is I found it sad. Dari mana aku tahu? Biasa, kepencet link spoiler, dan pas nonton filmnya... emang bener. T-Shirt Gus dipakai Hazel malam itu.

Soal Isaac yang jarang disinggung di film ini, pertama-tama, I'd like to say that Nat Wolff was incredibly handsome, and cute at the same time. Udah munculnya dapat porsi paling kecil, muncul paling annoying pas adegan banting-banting tropinya Gus, dicampakkan sang pacar, pokoknya Isaac ini complete package lah. Meski gitu, aku salut banget sama sosok Isaac, dimana dia selalu berusaha menyayangi orang disekitarnya dengan tulus. Seperti ia menyayangi Monica, walau ujung-ujungnya dia ditinggalin juga. Dan sayangnya Isaac sama Gus, ini terbukti pas Isaac bilang dia nggak akan mau melihat dunia tanpa Gus di sisi dia. Kalau boleh milih, jujur aja sih, aku mau punya sahabat kayak Isaac. Kalau di Indomar*et ada, mungkin aku beli. Hehehe

Well, kalau nggak berhenti, bisa-bisa ceritaku tentang The Fault in Our Stars selesainya berpuluh-puluh ribu karakter. Hahahaha .-. ya... pokoknya gitulah. Filmnya berhasil membuat naluriku sebagai pembaca novel -yang hanya bisa membayangkan saja pada awalnya- ini bisa terpuaskan. Tapi, mungkin bagi sebagian yang udah nonton, dan belum baca bukunya, film ini biasa aja. People see things in different ways, right? So, yeah. That's all what i'm saying.

with love, zhx


Minggu, 06 Juli 2014

Because I don't have a boyfriend...


Since tomorrow (7th of July, 2014) is the last final exam for this semester, and the subject is Anatomy Veteriner, I feel like I'm already in "lack of spirit" stage. Which is why I feel like I don't want to read, I don't want to study, and I don't want to do anything at all. Like, at all. I feel like I need my holiday freaking right now and I want to go home. Because this exam and fasting collaboration thing is just worst and that's why I miss my Mama soooo badly. But then, suddenly, I found this pic and suddenly, my spirit rate increase immediately. THANKS BABY ASHTON YOU JUST MADE MY DAY. NOW NOW, I NEED TO STUDY AGAIN ABOUT THE BRAIN, MUSCULUS, ARTERY AND ALL THE THINGS THAT RELATED WITH TOMORROW'S EXAM.
PSH i made this by myself. alright this is sound pathetic, but what else can i do? i don't have a boyfriend to give me this kind of pic lol so i pick My Baby Ash. HA!

Jumat, 04 Juli 2014